Mataram – Anggota DPD RI dapil Nusa Tenggara Barat, Evi Apita Maya mengajak semua pihak khususnya jajaran anggota DPD RI dengan potensi daerah kepulauan disetiap asalnya untuk mengawal agar segera di sahkannya Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Kepulauan yang merupakan inisiatif DPD RI menjadi Undang-Undang oleh DPR RI dan Pemerintah.
Evi Apita Maya menjelaskan, progres RUU ini telah dirampungkan namun masih belum disahkan. “RUU ini sudah lama masuk Prolegnas (Program Legislasi Nasional), tetapi belum juga disahkan oleh DPR dan Pemerintah. Padahal itu adalah wujud konkret keberpihakan DPD RI kepada daerah, terutama daerah kepulauan. Untuk itu saya mengajak semua, terutama Senator dari daerah kepulauan, termasuk anggota DPD RI terpilih, yang nanti akan dilantik, untuk menyuarakan hal ini,” ucap Evi saat dikonfirmasi pada Sabtu (4/5).
Master lulusan Universitas Mataram itu mengungkapkan landasan berpikir dari RUU produk DPD RI tersebut sangat fundamental. Yaitu agar deklarasi Juanda 13 Desember 1957, yang menyebutkan bahwa NKRI adalah sebuah Negara Kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan haknya ditetapkan dengan undang-undang.
“Karena menurut saya akan menjadi paradok, jika negara kepulauan dengan daerah-daerah kepulauannya, tetapi tidak atau belum memiliki Undang-Undang tentang Daerah Kepulauan,” katanya.
Selain itu, sebagai afirmatif dari negara terhadap rakyat di daerah kepulauan yang merasakan ketimpangan dan memerlukan biaya lebih tinggi dalam proses pembangunan, dibanding daerah daratan. “Terutama daerah pesisir, pulau-pulau kecil dan pulau-pulau paling terluar yang masih berstatus daerah 3T yaitu Terisolir, Tertinggal dan Termiskin,” imbuhnya.
Padahal, daerah kepulauan memiliki potensi sumber daya ekonomi, khususnya kelautan dan pariwisata. Tetapi pemerintah daerah memiliki keterbatasan kemampuan fiskal untuk sarana dukung infrastruktur. Sehingga potensi investasi menjadi terbatas. Sementara pemerintah pusat memiliki keterbatasan rentang kendali untuk menjangkau.
“Kalau dikelola secara optimal, pasti menjadi solusi kemakmuran rakyat di daerah kepulauan. Tetapi karena belum ada UU, sehingga tidak ada mandatori yang bersifat khusus bagi pemerintah pusat untuk memberi afirmatif. Akibatnya, DAU dan DAK yang dialokasikan untuk daerah kepulauan minim sekali,” urainya.
Seperti diketahui, RUU tersebut telah masuk dalam Prolegnas prioritas 2023 dan telah mendapat persetujuan Presiden RI dengan memerintahkan kepada 7 kementerian untuk membahas RUU daerah kepulauan bersama DPR, namun dari 7 kementerian ada 4 kementerian yang belum memasukan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) hingga saat ini.
Secara garis besar, RUU ini memuat, pertama, jaminan kepastian hukum dalam pengelolaan potensi wilayah untuk pemerintah daerah kepulauan. Kedua, mengakui dan menghormati keragaman geografis dan sosial budaya masyarakat daerah kepulauan. Ketiga, mewujudkan pembangunan daerah kepulauan yang berkeadilan. Keempat, mendorong kebutuhan ekonomi yang berkualitas dan berdaya saing, dan kelima, meningkatkan kesejahteraan rakyat termasuk pendidikan, melalui perlindungan dan keberpihakan kepada masyarakat di daerah kepulauan.
aNd
 
            
 
                                 
                                 
                                 
                                