Mataram – Jadi pembicara dalam Musyawarah Daerah I Ikatan Alumni Lemhanas Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, yang dirangkaikan dengan Seminar Sehari dan Bedah Buku, Selasa (29/7), Evi Apita Maya sebut tradisi perkawinan, di pulau Lombok Nusa Tenggara Barat perlu penguatan mendalam terhadap konteks nilai luhur. Hal ini maksudkan agar tidak terjadi kesalahfahaman dalam praktik yang terjadi, khususnya dalam aspek sosial ditengah masyarakat.

Ia menilai budaya daerah dalam perkawinan, merupakan aset dalam konteks pelestariaan adat istiadat, jati diri dan ruang refleksi untuk merajut harmonisasi bangsa. Namun menurutnya diperlukan sosialisasi menyeluruh dalam pelaksanaan, agar tidak terjadi bias dalam praktik yang justru merubahnya menjadi perbuatan yang tidak diperbolehkan.

Ia mencontoh tradisi merarik kodeq (menikah dibawah umur), yang menurutnya perlu kajian terhadap aturan atau dalam kaitan hukum positif yang mengakomodir perlindungan hak – hak perempuan dan anak.

“Dalam praktiknya yang terjadi di banyak kasus, tradisi ini identik dengan menikah dibawah umur. Karenanya perlu penguatan mendalam untuk seluruh pihak, baik dari sisi hukum positif maupun dalam konteks perlindungan terhadap hak – hak perempuan dan anak,” ujarnya.

Senator dapil Provinsi Nusa Tenggara Barat ini mengatakan, dalam perjalanannya tradisi perkawinan ini tidak lepas dari peranan para tokoh adat, tokoh masyarakat dan tokoh agama namun dengan problematika yang berbeda. Dan merarik kodeq, menurutnya bukan merupakan tradisi, melainkan keharusan dalam konteks permasalahan yang berbeda.

Sebagaimana kondisi ditengah masyarakat, bias budaya saat ini merefleksikan cerminan perubahan gaya hidup. Lemahnya kontrol sosial, memicu perkawinan dibawah umur terjadi demi menjaga citra keluarga dan tatanan kehidupan yang saling menghormati antara satu sama lain.

“Dalam buku ini penulis telah berupaya menggali nilai – nilai sosiologis yang terkandung didalamnya. Serta menawarkan pemikiran yang konstruktif sebagai rujukan seluruh pihak,” kata Evi Apita Maya.

Dalam hal ini Evi Apita Maya mengapresiasi buku berjudul “Problematika merariq kodeq, tradisi atau jalan tengah” sebagai khazanah keilmuan dan budaya khususnya menjadi jawaban dari persoalan terkait perkawinan yang terjadi ditengah masyarakat. “Semoga buku ini membawa manfaat bagi kita semua dalam upaya membangun masyarakat yang berbudaya, beradab dan berdaulat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia,” pungkasnya mengakhiri sambutan.

Turut hadir dalam seminar bedah buku sebagai rangkaian Musyawarah Daerah I DPD RI, Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat serta para pakar dan akademisi budaya, juga pemerhati perempuan dan mahasiswa.

aNd